Ada pelajaran yang luar biasa ketika berhadapan dengan kendaraan umum. Tentunya yang tak didapatkan oleh orang yang kemana-kemana serba pribadi (naik kendaraan pribadi). Teman- teman pasti paham dengan kondisi kendaraan umum yang kebanyakan masih jauh dari layak. Bukan masalah itu yang saya bahas di sini, namun dari pihak penumpang yang kadang tak ada rasa terhadap penumpang lainnya.
Sebelum diamanahi motor sendiri, angkutan umum menjadi pilihan untuk bisa bergerak kesana kemari. Sudah menjadi makanan sehari- hari bau keringat sesama penumpang, sumpah serapah sopir angkutan, atau kadang- kadang ulah kebut-kebutan sopir tanpa memperhatikan keselamatan penumpang. Yang masih teringat dipikiranku ketika sedang penuh-penuhnya angkot dan kebetulan di dalamnya ada ibu hamil disamping perokok, namun perokok tersebut dengan santainya menghembuskan asap ke sana kemari. Apa tak sekolah itu orang?, dimana-mana orang tahu kalau asap rokok tak baik bagi kesehatan apalagi bagi ibu hamil. Sungguh tak punya rasa.
Lain lagi kisahnya, ketika harus mudik naik bis. Berebut bisa masuk duluan dan mendapatkan kursi sudah menjadi tradisi. Padahal bis yang saya tumpangi adalah PATAS yang notabene lebih mahal, namun karena berlaku hukum penawaran dan permintaan dimana dengan terbatasnya armada yang ada tak jadi masalah membayar lebih dengan fasilitas yang tak ubahnya sekelas bis ekonomi.Tak jarang beberapa penumpang adalah ibu yang menggendong anaknya atau para manula. Namun yang bikin hati saya agak "sakit hati", jarang sekali laki-laki gagah (lebih mengutamakan lelaki sebagai pelindung wanita) merelakan kursinya untuk penumpang yang lebih membutuhkan. Kebanyakan seperti pengalamanku mereka lebih berpura- pura tidur seperti tak mengetahui.
Ironi memang, katanya waktu SD dulu di pelajaran PPKN atau Budi Pekerti lebih mengutamakan yang membutuhkan, namun pada prakteknya mereka lebih tak ada rasa.
Ini Cerita Ku
Jejak Ku
suka-suka
Sebelum diamanahi motor sendiri, angkutan umum menjadi pilihan untuk bisa bergerak kesana kemari. Sudah menjadi makanan sehari- hari bau keringat sesama penumpang, sumpah serapah sopir angkutan, atau kadang- kadang ulah kebut-kebutan sopir tanpa memperhatikan keselamatan penumpang. Yang masih teringat dipikiranku ketika sedang penuh-penuhnya angkot dan kebetulan di dalamnya ada ibu hamil disamping perokok, namun perokok tersebut dengan santainya menghembuskan asap ke sana kemari. Apa tak sekolah itu orang?, dimana-mana orang tahu kalau asap rokok tak baik bagi kesehatan apalagi bagi ibu hamil. Sungguh tak punya rasa.
Lain lagi kisahnya, ketika harus mudik naik bis. Berebut bisa masuk duluan dan mendapatkan kursi sudah menjadi tradisi. Padahal bis yang saya tumpangi adalah PATAS yang notabene lebih mahal, namun karena berlaku hukum penawaran dan permintaan dimana dengan terbatasnya armada yang ada tak jadi masalah membayar lebih dengan fasilitas yang tak ubahnya sekelas bis ekonomi.Tak jarang beberapa penumpang adalah ibu yang menggendong anaknya atau para manula. Namun yang bikin hati saya agak "sakit hati", jarang sekali laki-laki gagah (lebih mengutamakan lelaki sebagai pelindung wanita) merelakan kursinya untuk penumpang yang lebih membutuhkan. Kebanyakan seperti pengalamanku mereka lebih berpura- pura tidur seperti tak mengetahui.
Ironi memang, katanya waktu SD dulu di pelajaran PPKN atau Budi Pekerti lebih mengutamakan yang membutuhkan, namun pada prakteknya mereka lebih tak ada rasa.
apa Saat itu ada yg berani menegur org yg sedang merokok mbak ?
BalasHapuskalau di sini itu di angkutan umum spt kereta atau bis krn ngak ada angkot di sini hal yg wajar mbak, org saling tolong, misalnya ada ibu ibu yg bawa kereta bayi ya yg lainnya membantu, kl enggak sopirnya sdh buru buru lari membantu, bgt jg dgn tempat duduk, msh byk org yg dgn senang hati memberikan tempat duduknya ke org yg lbh memerlukan spt ibu tua/yg nggendong bayi, apa hal tersebut karena kebiasaan ya mbak ?
kalo di sini merokok di sembarang tempat seperti telah menjadi hal yang lumrah di sini mbak el :(
BalasHapussekarang susah cari kepedulian dari orang
BalasHapusiya mbak, jangan sampai ya kita ikut2 tidak peduli.
Hapus