Sambil menyelam minum air, itulah
ibarat yang menganalogikan apa yang aku
tulis sekarang. Jika disamakan dengan prosedur, jelas temuan saya bukan sesuatu
yang ilmiah. Karena beberapa tahap tidak dapat saya lakukan, dan ini merupakan
penggeneralisasian dari sebuah pengalaman.Sayang sekali kan jika pengalaman
yang bisa dikatakan unik menguap begitu
saja tanpa dibagi dengan sesama. Mungkin saja apa yang dalam cerita menjadi
hikmah dan tentu inspirasi bagi pembaca.
Sudah tak asing lagi,
di beberapa titik pantura terdapat zona kemacetan dan jalan berlubang. Dan
kendaraan yang sebagian long vehicle, menambah parah antrian kendaraan. Apalagi
sekitar Agustusan beberapa daerah mengadakan karnaval yang melalui jalan utama
pantura. Jangan kau tanya teman, bagaimana rasanya jika diburu waktu namun
macet menjadi hantu. Sepertinya sudah menjadi tradisi bahwa beberapa bis saling
mendahului berburu penumpang. Jikalau seperti ini tentu yang menjadi korban
adalah penumpang. Ketika itu bis yang saya naiki tak sabar menunggu antrian
atau tepatnya kemacetan sehingga secara rakus makan jalan kendaraan dari arah
berlawanan. Sedangkan dari arah berlawan tepat dihadapan bis itu beberapa
kendaraan berat, mobil pengangkut motor, Dump Truck, truk penjang pengangkut
semen siap menghadang. Polisi yang mengetahui pelanggaran bis itu langsung saja
memarahi supir dan menahan bis. Bukannya awak bis menerima tilang atas
kesalahannya, malah meminta penumpang laki- laki khususnya untuk “berdemo” pada
polisi.
Saya sebagai penumpang jelas dirugikan,
terutama waktu. Seharusnya macet satu jam, kami harus menunggu 3 jam karena
negosiasi alot antara awak bis dengan polisi. Itu tak ada apa-apanya jika
karena kurang kesabaran awak bis, penumpang atau pengguna jalan lain bisa menjadi
korban bahkan mungkin bisa jiwa. Sebenarnya alasan awak bis melakukan hal itu
klise sekali. Mereka ingin berebut
penumpang dengan armada bis lainnya.Tentunya penumpang mempunyai
andil juga atas sikap awak bis tersebut. Penumpang lebih senang melanggar aturan untuk
dapat secepatnya sampai tujuan. Pernah suatu ketika saat macet dan sopir bis
dengan sabar menunggu antrian, penumpang malah marah- marah dan menyalahkan
sopir tak berani mengambil resiko sehingga bis berjalan lamban.
Saya jadi berpikir, tentang nasib
bangsa ini. Rakyat kebanyakan yang ingin serba instan untuk mencapai tujuan walau menghalalkan segala
cara. Kesabaran untuk bisa antri dan tentunya menghargai hak orang lain rasanya
sekarang jauh kita temui. Bukan hanya di jalan raya, pembagian sembako, atau bahkan warung makan ada yang seenaknya menyerobot bagian orang
lain. Sekarang mari mengaca diri kita, apakah kewajiban kepada orang lain sudah
kita tunaikan sebelum menuntuk hak kita?.
Semoga apa yang saya tuliskan hanya kebetulan, tidak terjadi di daerah, kondisi, masyakat, dan tentunya bukan cerminan dari pribadi bangsa yang kita cintai ini. Saya masih ingat pelajaran waktu SD bahwa Bangsa Indonesia adalah Ramah tamah, sopan santun, dan tenggang rasa. Amat di sayangkan jika sikap elok itu akan hanya menjadi cerita anak cucu kita nantinya.
jadi ngenes mbak
BalasHapusIya mbak Ely :(
HapusNah itu dia mbak, tempat saya juga gak beda jauh bis solo - semarang juga suka kayak gitu... Belum lagi ke solo ketemu bis jogja - solo yang tak kalah brutal, hehehehe... Sulit mbak merubah hal itu, meski bukan berarti tidak mungkin...
BalasHapusbetul sekali,,
HapusAssalaamu'alaikum wr.wb, Anis.. amat malang jika peraturan jalan raya tidak diambil berat sehingga belaku macet dan berebut-rebut menakluki jalan untuk sampai cepat tanpa menghiraukan kenderaan lain.
BalasHapuswa'alaikumslm. Wr.wb.
Hapusbetul sekali jika hal itu terjadi dan yang dirugikan pasti pengguna jalan itu sendiri.
Apa kabar mbak Anis? :)
BalasHapusNano- nano mbak ELY :D
Hapus