“Kalau gak ada Loe gak rame”, kalimat
yang sangat cocok menggambarkan arti sahabat. Kata sebuah iklan sih begitu. Yang
namanya sahabat menjadi sebagian jiwa yang mulanya bukan siapa- siapa, tanpa
sebuah ikatan darah atau semacamnya. Namun keberadaannya melebihi orang
terdekat kita, bahkan orang tua. Betul kan?.
Seperti pasangan hidup
persahabatan ada fluktuasinya. Pertengkaran atau ketidak sepahaman adalah hal
biasa. Malah hal itu bisa menjadi bumbu penyedap persahabatan. Namun yang jadi
catatan di sini jangan sampai ketidaksepahaman menjadi bibit retaknya sebuah
ikatan persahabatan. Bahkan sampai putus dan mengikat tali silaturrahim pun
enggan sudah. Sebuah irosnis jika hal itu sampai terjadi.
Catatan ini sebenarnya
terinspiasi dari teman saya yang bersahabat sekian lama. Tetapi dengan
berjalannya waktu dan masing- masing telah berumahtangga keretakan persahabatan
diantara mereka pun terjadi. Bukan lagi retak tepatnya, namun sebuah kata
putus. Adanya suami si sahabat yang tidak mengijinkan mereka bersahabat lagi
memaksa mereka harus “putus”. Patut disayangkan, apalagi dahulu kedekatan
mereka membuat kami disekitarnya menjadi iri hati. Seperti tak ada yang
ditutupi diantara mereka, bahkan mungkin karena seringnya bersama membuat wajah
mereka menjadi mirip. Kesamaan postur tubuh yang tinggi serta pakaian yang
sering sama membuat banyak yang menyangka bahwa mereka adalah saudara kembar.
Ada kekecewaan yang besar teman
saya mengetahui bahwa dia diputus sahabatnya. Usaha untuk menumbuhkan
persahabatan diantara mereka sepertinya hanya sebuah kesia-sian saja. Mencoba
dengan menelpon maupun sms, naum jarang sekali dijawab. Dibalas pun dengan nada
yang kurang mengenakan hati. Ketika bertemu lebih pada memalingkan muka. Ada
perasaan yang sangat tidak nyaman bagi sang teman. Ditanya pun alasannya klise
saja, “waktu saya hanya untuk suami”. Padahal dari teman saya tadi sahabatnya
mengenal laki- laki yang sekarang jadi suaminya, namun mengherankan justru jadi
pemutus tali persahabatan mereka. Mungkin ada sebuah sakit hati yang tidak
terungkap sehingga si suami istri tadi memilih untuk putus dengan teman
saya yang dulu sahabatnya.
Sebuah syukur yang tidak terhingga
kemudian hadir dihati saya. Diberikan seorang suami yang senantiasa mengijinkan
saya untuk bersahabat dengan siapa saja, dan terus mendukung untuk
mempertahankan persahabatan yang telah terjalin jauh sebelum saya menikah
dengannya. Karena sesungguhnya seperti sebuah pernikahan, persahabatan itu
mahal harganya. Jadi jangan sia- siakan sahabat- sahabat Anda.
Betul, Mbak. Bahkan mungkin waktu yang kita habiskan selama ini lebih banyak dengan para sahabat daripada keluarga.
BalasHapusIya lutfi, apalagi yang berada di perantauan
Hapushmm amat disayangkan ya bisa putus persahabatan gt..Aku jg bersyukur mba punya suami yang pengertian yg tdk melarang kita untuk menjalin pertemanan dan persahabatan dengan siapa saja, yg penting kita tahu posisi kita sekarang sudah menjadi istri dan ibu anak2..
BalasHapusPadahal untuk membangun persahabatan sendiri tidaklah mudah.
HapusKalau saya malah yang memutuskan sahabat,
BalasHapusalasannya klasik, dia menyakiti hatiku.