Jika bicara tentang tempat di sekitar alun- alun Tuban, yang
diingat Masjid Agung, Makam Sunan Bonang, Pantai Boom, Gedung Pemda Tuban, dan
Pendopo Kabupaten. Padahal di salah satu sudut terdapat tempat yang menyimpan
banyak kisah sejarah baik tentang Tuban sendiri dari masa ke masa juga tentang
Indonesia pada umumnya. Museum Kambang putih yang berada persis di sebelah
barat gedung Pemda Tuban patut untuk diingat dan kunjungi untuk memperluas
khasanah sejarah bangsa dan diperkenalkan kepada anak cucu kita.
Sekilas dari luar bangunan museum telah menunjukkan bangunan
khas arsitektur masa belanda. Seperti pada museum umumnya, pada waktu saya
datang kebetulan bukan akhir pekan sehingga bisa dikatakan sangat sepi. Pada
saat saya masuk bahkan tidak ada satupun petugas yang jaga, namun tetap buka
sehingga saya tetap masuk saja (Setelah saya jalan- jalan di dalam museum
ternyata para petugas sedang rapat di kantor bagian dalam). Untuk pengunjung
terlebih dahulu mengisi buku tamu di sebuah aplikasi komputer tersedia di meja
receptionist.
Kemudian kami menyusuri lorong sayap selatan. Pertama yang
jadi perhatian kami adalahtentang Koesplus beserta kaset pita beberapa albumnya.
Kemudian ada juga koleksi uang dari tahun ke tahun yang disimpan di etalasi
kaca ini kondisinya sudah tak baik lagi tapi dijelaskan tahun diberlakukan uang
tersebut.
Di ruang tengah museum dipajang aneka benda yang digunakan
masyarakat pada zaman dahulu untuk pemenuhan
kebutuhan sehari hari seperti gerabah, lesung dan benda yag jadi ciri khas
masyarakat Tuban sebagai masyarakat pesisir.
Sedangkan di lorong kanan atau bagian utara museum banyak
disimpan benda- bendda yang terbuat dari batu seperti arca, gerabah dan
lainnya.
Dari segi bangunan saya pribadi sangat menyukai Museum
Kambang putih. Selain tempatnya bersih, pencahayaannya
yg cukup, juga ruangan yang terbuka. Namun disisi lain
beberapa benda yang ada di sana minim sekali informasi sehingga kami pengunjung
merasa kesulitan untuk tahu sejarah dari benda tersebut.
Selain itu yang jadi catatan saya adalah akses jalan untuk masuk ke museum
dihalangi oleh becak yang melayani peziarah Sunan Bonang membuat kesulitan
pengunjung. Becak- becak tersebut bahkan parkir di pintu gerbang museum. Sehingga
yang membawa kendaraan tidak bisa masuk. Untuk memarkir kendaraan kami terpaksa
memitipkan di masjid Agung. Bagi kami
yang membawa anak- anak dan pada tengah hari datang tentu sangat menyusahkan
karena jarak masjid agung dan museum yang lumayan jauh. Sangat sekali kan
tempat edukasi yang bagus tidak maksimal dikunjungi karena akses yang tertutupi.
terlihat sepi pengunjung ya?.Sayang sekali, padahal museum tempat yg tepat utk mengenal dan belajar sejarah
BalasHapusSaya suka banget sama museum, tapi ya yang bikin sedih masih ada aja minat pengunjung yang kurang
BalasHapusSalam kenal mb