Tidak selamanya apa yang ada di
diri kita dimiliiki orang lain. Tak selamanya juga mereka rela terhadap riskiNya
yang dititipkan pada kita. Saat sifat iri mulai menyelimuti, logika telah
tiada. Mulai sekedar berhenti menegur sapa, sinis yang disuguhkan, dan yang tak
bisa di duga. Mengira bahwa semboyan “Cinta ditolak, dukun bertindak” hanya
berlaku jaman dahulu. Kecanggihan teknologi, perkembangan pengetahuan tak
menggerus sebagian masyarakat di desa saya tinggal tetap menggunakan klenik
untuk hal yang tidak disenangi. Begitulah, bersinggunangan dengan dunia ghaib
mau tidak mau saya hadapi.
Karena sebuah tanah yang cukup
strategis, banyak orang yang menginginkannya. Sang pemilik yang merupakan mbah
keponakan suami pun tak mempunyai buah hati. Artinya, jika beliau meninggal
nantinya tanah itu akan jatuh ke tangan keponakan. Permasalahan muncul karena
si mbah menjual tanah itu ke keluarga kami. Berbagai spekulasi kemudian muncul.
Ada yang mengira, keluarga kami mendapatkan tanah dengan Cuma- Cuma. Sehingga
bola panas semakin bergulir. Klimaksnya ketika saya dan suami membangun rumah
di atas tanah itu dengan dukungan mbah. Timbul reaksi dari ponakan mbah. Satu
sisi mereka tak dapat berbuat apa- apa karena bagaimanapun mbah ada di pihak
kami. Namun sisi lain api kekecewaan telah membakar hati mereka. Dan cara yang
tak pantas pun mereka gunakan. Meminta bantuan dukun untuk menggagalkan,
mencelakakan atau membuat kami berantakan.
Pada titik tertentu keimanan kadang berada di level
terbawah. Kondisi demikian saya alami ketika “serangan” itu datang. Bertepatan
malam jum’at mbah memergoki sang keponakan membuang sesaji ke pondasi rumah
kami. Dengan demikian dapat dikatakan tujuan mereka gagal untuk saat itu.
Begiitulah, Allah masih melindungi hambaNya dengan menunjukan kebatilan
sehingga untuk selanjutnya lebih waspada.
Kejadian itu kemudian saya
ceritakan pada emak. Emak hanya bilang setiap doa yang terucap memohonkan anak
cucunya diberi keselamatan dunia akhirat . Bisa jadi keselamatan yang berpihak
pada saya bukan karena doa saya namun Karena energi kebaikan emak yang telah menyelamatkan
saya.
Saya jadi paham kenapa emak
senang sekali membantu. Bahkan terhadap orang yang tak dikenalnya. Karena
hakikatnya membantu bukan mengharap balasan dari orang yang telah kita bantu. Membantu,
menolong atau berbuat baik lainnya adalah menabung kebaikan. Dan ketika membaca tulisan Mbak Vanti pun
mengamini bahwa kebaikan itu investasi.Yang tidak hilang begitu saja seperti
tersapu debu. Kadang hasil dari kebaikan bukan langsung pada diri sang pemberi,
namun bisa juga energi kebaikan itu akan menjalar pada orang-orang yang
disayanginya.
Kalau lagi bete..coba bantuin orang. InsyaAllah bete nya ilang
BalasHapusBahasannya dalam sekali mbak. Saya jadi tercerahkan
BalasHapusMaaf sebelumnya, siapa Emak? ibu pean? Lalu kemudian apa itu 'energi kebaikan emak'? (maaf,kita perlu berhati2 memaknai setiap ucapan kata dan keyakinan. Karena ada orang memanggil sesepuh yg memiliki "kekuatan kejawen" dg sebutan 'mabh', 'emak', atau bahkan 'kyai'). Mengapa beliau tidak menyebut, "ini semua kebaikan/pertolongan/perlindungan Allah?"
BalasHapusLalu tentang klenik. saya percaya itu ada. Bahkan yg mengaku Islam, bangga mengaku Islam kejawen. Ada orang me-guna2 lelaki sampai lelaki tersebut menolak perintah ortunya dan meninggalkan sholat. ada yg mencuri rumah dengan menggunakan 'sirep', ada orang yg susah meninggal krn perewangan/jin-yg ikut dirinya enggan memudahkan si nyawa meregang juga ada.
Adapun soal tanah, saya cukup berduka cita disini. Mengapa? saya kasihan sama si "mbah" nya itu. sebaiknya kan urusan intern tidak sampai membuat pihak terkait kecewa, ntar kebawa sampai akhirat lho :(
Agree, kebaikan adalah yang yang utama di dunia ini.
BalasHapusMengenai harta warisan, saya memiliki pedoman untuk adil dalam pembagiannya sehingga tidak ada satupun pihak yang merasa tidak kebagian/dirugikan.