Ada pepatah mengatakan bahwa “dimana kita berdiri, disitulah
langit dijunjung”. Dimana kita berada, ada adat istiadat, budaya bahkan mitos
yang dipercaya, diyakini dan dilaksanakan oleh penduduknya. Indonesia Negara
yang kaya akan budaya dan setiap budaya maupun daerah punya ciri khas adat dan
juga mitos yang masih dipertahankan. Begitu pula dengan di Tuban. Kabupaten
kecil yang secara resmi dua tahun ini saya tinggali menyimpan berribu mitos yang
asih dipegang erat penduduknya. Terutama di desa saya. Walaupun menurut saya
mitos itu sesuatu yang aneh, namun kenyataannya masih banyak yang
mempercayainya.
- Proses Pembuatan Tape.
Tahukan tape?, panganan yang terbuat
dari ketela pohon atau bisa juga beras ketan yang difermentasi dengan ragi.
Ada kepercayaan atau mitos di desa saya bahwa ketika membuat tape, si "koki" harus berkumur, tanpa dibuang airnya sampai selesai mengolah tape
sehingga siap untuk difermentasi. Alasannya agar tape tersebut hasilnya akan manis. Pertama tahu tentang mitos tape ini sangatlah aneh. Sepanjang pengetahuan saya, proses pembuatan tape sangatlah sederhana,
ketela pohon atau beras ketan dikukus, setelah dingin ditaburi ragi, kemudian
ditutup rapat agar fermentasi berjalan sempurna. Yang menjadi syarat utama agar
tape manis adalah kebersihan selama proses pembuatan. Terutama jangan sampai
bahan maupun alat pembuatan tape terkena minyak dan garam, karena kedua bahan
tersebut membuat tape menjadi masam. Jadi tak ada ceritanya harus berkumur air.
Dan satu lagi, kata orang- orang di desa saya, si pembuat tape harus dalam
keadaan suci ketika membuatnya. Apabila pembuatnya wanita, dan sedang datang
tamu bulanan maka berakibat tape akan berwarna agak kemerahan.
Bisa dikatakan, saya yang melakukan sesuatu berdasarkan
logika ilmiah ingin membuktikan mitos tersebut. Mengadakan pembuktian secara
terbalik, dengan membuat tape tak sesuai dengan syarat dan ketentuan berdasarkan
mitos yang berlaku. Yang saya pegang dalam pembuatan tape adalah tentang
bagaimana berusaha menjaga kebersihan selama proses sampai tape siap dinikmati.
Dan hasilnya saya bisa membuat tape dengan rasa yang manis.
Bagaimana menyikapi mitos harus berkumur selama proses
pembuatan?, Secara langsung tak ada kaitan sama sekali antara proses pembuatan
tape dengan berkumur. Namun secara logika, mungkin sebagai wujud penyampaian
pesan bahwa dalam proses pembuatan tape harus menjaga kebersihan termasuk diri
si pembuat.
Baca juga tentang Mitos : Desa Mliwang : Karma Menghadap Ke
Utara
- Dilarang mandi ketika mengadakan perhelatan.
Tak hanya di
desa saya sekarang di Tuban, di beberapa daerah saya juga menemui keyakinan
yang hampir sama. Intinya adalah si tuan rumah atau pemilik acara bisa
khitanan, pernikahan atau yang lainnya yang membutuhkan bantuan dari sanak
saudara dan biasanya serta mengundang banyak orang untuk menghadirinya. Jika
pantangan itu dilanggar maka akan turun hujan dalam rentang acara. Apalagi jika
si pemilik acara sampai keramas maka hujannya akan semakin deras.
Menurut saya tanpa memperhatikan tentang mitos, seharusnya
pemilik acara harus bersih diri atau mandi. Bagaimanapun ketika menerima tamu undangan bau
harus harum, serta fresh tentu dibutuhkan. Jika mengambil pesan dari mitos tersebut,
pesan yang ingin disampaikan adalah kaum wanita biasanya sangat lama dalam
mandi dan lainnya, sehingga agar tamu tak menunggu pesan itu disampaikan dan
menjadi mitos yang diyakini bahkan dilaksanakan.
- Dilarang menjahit ketika ada orang meninggal sampai si mayat dimakamkan.
Berawal dari pengalaman saudara saya yang kebetulan seorang
penjahit, berhenti sementara dengan alasan ada orang meninggal. Dan si
meninggal pun letaknya cukup jauh dari rumah hanya masih satu desa. Ketika saya Tanya kenapa
tidak menjahit alasannya karena ada orang meninggal dan pada saat itulah waktunya menjahit kain kafan si meninggal. Tentang mitos ini secara
korelasi tak ada hubungan antara menjahit dengan orang meninggal. Namun sebagai
orang yang hidup bertetangga, pesan yang ingin disampaikan adalah kita diminta
meninggalkan segala bentuk pekerjan termasuk hal kecil seperti menjahit yang bisa
ditunda untuk membantu pemakaman hingga selesai.
- Mengulek bumbu secara bersama- sama.
Dulu waktu saya hamil, ibu mertua saya selalu mewanti-wanti agar
mengulek bumbu secara bersama- sama dengan alasan agar dalam proses persalinan
menjadi lancar. Pada dasarnya tekstur suatu bumbu berbeda- beda. Dan sudah
menjadi kebiasaan saya untuk menghaluskan bumbu sesuai tingkat kemudahannya.
Tentu jika menuruti ibu mertua saya bukanlah hal yang mudah. Diperlukan tenaga
ekstra sampai bumbu itu halus. Sehingga dapat diartikan mitos tersebut sebagai pesan tersirat
bentuk senam hamil yang bertujuan memperlancar proses persalinan terutama ketika mengejan.
Percaya tak percaya tentang mitos tergantung pada pihak
pribadi masing- masing. Culture budaya yang dipegang serta pola pengasuhan
mempengaruhi terhadap kepercayaan terhadap mitos. Dulu orang tua dalam melarang
atau menganjurkan sesuatu kepada anak cucunya tak dapat menjelaskan secara
ilmiah. Hanya tak boleh begini dan harus begini tanpa sesuatu alasan yang
rasional. Kemudian nasehat itu menyebar dan kemudian menjadi sesuatu
kepercayaan bahkan masuk menjadi sugesti. Jika tak melaksanakan seperti mitos
yang beredar akan memjadikan suatu bala’ yang menimpanya. Sehingga mitos pun
kemudian berkembang subur dan menjadi kepercayaan turun temurun. Sebagai orang
yang berpikir rasional dan beragama islam, apakah mitos itu harus dipercayai atau tidak, saya
mengambil sisi lain yang dapat diambil. Misalnya tentang kebaikan yang ada di
dalamnya sehingga ketika harus melaksanakannya bukan percaya pada mitos
tersebut namun lebih pada penghormatan terhadap lingkungan.
Iya. Tiap mitos pasti ada penyebabnya. Tapi kadang mitos itu sudah turun-temurun. Bisa jadi kondisi jaman dulu waktu cerita tadi muncul sudah berbeda. Dulu waktu kuliah pernah dapat cerita tentang ini
BalasHapusTak hanya Tuban daerah lain di Indonesia masih cukup kuat mitos kepercayaannya
BalasHapus