Berada di lingkungan baru bagi saya butuh ekstra penyesuaian. Bersahabat dengan berbagai hal yang baru mau tak mau harus mau. Suhu udara yang berbeda kadang memaksa flu bertamu di tubuh ini terlebih dahulu. Lidahpun juga harus kerja keras mau menerima berbagai makanan yang bagi saya “aneh” baik rasa maupun penyajiannya. Dan yang paling penting diantara semua itu adalah bersahabat dengan manusia itu sendiri. Selain menjalin baik hubungan ke dalam (keluarga), tentu lingkungan terdekat yaitu tetangga menjadi sasaran berikutnya. Dan, saya merasakan benar tak berapa lama, saya termasuk orang yang tenar. Walaupun, tak selamanya apa yang dikenal tentang kebaikan saya, namun minimal mereka tahu saya dan ada yang menyapa .hahaha# maksa.com
Patutlah bahagia dan bersyukur tentunya karena kita mengenal dua dunia yang indah. Dan, warna – warni silaturrahim yang seperti kita jalin ini tak tertemui di keluarga ini. Ya, saya dan suami menyebut mereka keluarga Pandawa. Kami mengenalnya beberapa bulan lalu, ketika Ibu meminta pak suami untuk ta’ziyah di keluarga pandawa karena kematian putra tertua sang keluarga. Dari yang dulunya enam lelaki tanpa istri kini menjadi sang pandawa lima. Tahulah kami cerita mereka dan bagi kami sungguh sesuatu yang tak lumrah.
Telah lama mereka mengisolasi diri dari lingkungan sekitar. Konon, karena keluarga mereka yang dulu miskin sering di sakiti lingkungan, sehingga menimbulkan sakit secara dinasti. Hidup mereka pun menjadi rumah-ladang-rumah. Dengan berjalannnya waktu, wanita satu- satunya dalam keluarga itu yaitu ibunya meninggal, sehingga sempurnalah semua lelaki tanpa istri. Namun, mereka semakin kaya dengan ladang yang luas. Dan di desa kami di dirikan sebuah pabrik berskala nasional. Dan, ladang mereka terkena perluasan pabrik, sehingga pihak perusahaan menawar beberapa Milyar nilainya untuk membeli ladangnya. Namun mereka tak melepaskan karena mereka selama ini ladang adalah rumah kedua bagi mereka. Beberapa kali tersiar kabar kalau pihak pabrik mensabotase ladang tersebut, sehingga pernah pihak pandawa meminta ganti rugi. Namun beberapa hari lalu kematian pandawa tertua mulai menimbulkan sebuah rumor apakah itu salah satu sabotase. Kami tak tahu persis bagaimana kejadiannya, yang jelas kematian secara tiba- tiba dengan kejang –kejang sebelumnya. Atau mungkin kejadiannya tak seperti itu namun warga yang terlalu mendramatisir kejadian dan masyarakat yang sering menghubung- hubungkan sesuatu dengan kejadian yang mereka anggap ganjil.
Yang menjadi catatan di sini adalah ketika Pandawa tertua meninggal, tak seorangpun tetangga yang datang. Ada rasa sungkan atau balasan terhadap sikap keluarga itu yang anti sosial sehingga pemakaman hanya dihadiri segelintir orang. Hanya beberapa family yang punya rasa belas kasian datang membantu. Dan yang miris sekali mereka berlima yang mengurus semua keperluan pemakaman. Untuk tahlilan pun hanya beberapa orang yang datang, dan tentu sebagai jamuan makan orang yang datang mereka menyewa jasa warung makan.
Kadang kita terlalu sibuk atau kurang menghargai orang terdekat kita, terutama tetangga . Padahal mereka lah yang pertama akan menolong jika terjadi sesuatu dengan diri kita. Maka selayaknya kita muliakan tatangga kita. Dan, nasehat dari Sang Baginda Rasul selayaknya selalu kita amalkan “Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang memuliakan tetangganya”.
adaptasi sama lingkungan baru kadang susah juga ya, menurut pengalamanku sih gitu. soalnya waktu itu aku orangnya jarang ngomong, jadi ya mungkin kenalan sama tetangga baru jadi kaku
BalasHapusbtw kalo tetangganya baik pas ada butuhnya aja, sikap kita mesti gimana mba?
lingkungan baru, sosialisasi lagi ya, Mba.
BalasHapusBener, Mba. Tetangga baik itu harus disayang-sayang. Susah dapetinnya