aniskhoir.com .Bulan rajab dipercaya masyarakat sebagai bulan yang baik
dalam melaksanakan hajatan pernikahan. Pernikahan dalam masyarakat umumnya membutuhkan waktu
juga biaya yang tidaklah sedikit. Ada prosesi tradisi yang dilalui dari proses
awal hingga sampai pada acara pernikahan bahkan kemudian setelahnya yang
panjang dan kadang membutuhkan biaya yang tidaklah sedikit. Termasuk bagi
masyarakat Tuban tempat saya tinggal ada tahap pernikahan yang biasanya
dilaksanakan.
Tak berbeda dengan masyarakat lainnya di Tuban pernikahan
diawali dengan sebuah lamaran pihak laki- laki ke perempuan. Di daerah lain
lamaran adalah datangnya pihak laki- laki bersama keluarganya dengan membawa
berbagai seserahan yang berupa makanan dan perlengkapan si calon istri dari
ujung kaki sampai atas kepala. Di Tuban yang namanya lamaran adalah datangnya
laki- laki yang biasanya hanya sendiri atau ditemani satu orang ke rumah calon
istri untuk mengungkapkan keinginannya menikahi anak perempuan kepada orang
tuanya. Kemudian pihak wali perempuan akan datang ke keluarga laki- laki dengan
maksud menanyakan kebenaran lamaran tersebut kepada keluarga laki-laki apa
menyetujui jika sang anak laki- laki menikahi anak perempuannya. Jika telah
disepakati, maka akan ditentukan hari “nggemblok” yaitu semacam membawa makanan
berupa nasi, lauk pauk, buah, gula, kopi, dan lainnya dengan jumlah yang banyak
(bisa gula 100kg, kopi 10 kg, pisang bertundun-tundun dan masih banyak lagi) ke
keluarga laki- laki. Pada hari yang sama dirumahnya pihak perempuan, juga
membagikan gemblong atau jadah ke para tetangga dan keluarganya sebagai bukti
bahwa anak perempuannya telah ada yang meminta menikahinya. Untuk acara
nggemblok jika sesuai tradisi bisa menghabiskan uang puluhan juta.
Selanjudnya pada hari H pernikahan sebelum pihak laki- laki
datang ke rumah pihak perempuan untuk akad nikah, maka ada perwakilan keluarga
pihak perempuan menjemput ke rumah pihak laki- laki membawa tonjokan (nasi plus lauk pauknya). Untuk
masalah penjemputan, tergantung di keluarga mana akad nikah dilakukan, jika di
keluarga perempuan maka pihak laki- laki yang dijemput atau sebaliknya. Pada saat
datang kekuarga perempuan inilah pihak laki “mengembalikan”apa yang di bawa
pihak perempuan ke pihak laki- laki pada waktu “nggemblok”.Untuk adat
pernikahan pada hari H tak berbeda pada pernikahan jawa lainnya dengan prosesi
sungkem dan sebagainya.
Setelah satu minggu setelah hari pernikahan dilaksanakan,
atau orang jawa menyebut istilah sepasar
pihak keluarga perempuan kembali membawa makanan dalam jumlah yang banyak ke
rumah laki- laki serta ke rumah masing- masing saudara dari keluarga laki- laki
(misalkan ke paman, nenek, Bu dhe dsb) yang disebut dengan istilah “kirem”. Sang pengantin baru yang
menyerahkan kirim tersebut ke sanak familinya dan biasanya makanan tadi diganti
sanak familinya berupa gerabah, uang bahkan kadang emas. Selain itu pihak
keluarga paik laki- laki maupun perempuan mengadakan semacam acara tasyakuran
yang mengundang tetangga dekat.
Rangkaian panjang acara pernikahan baru ditutup ketika selapan yaitu hari ke 36 setelah ahad
nikah. Tak jauh beda dengan pada sepasar, pada selapanan keluarga perempuan
juga mengirim makanan lagi yang hampir sama ke keluarga serta sanak family yang
sama pada acara sepasar. Untuk membawa makanan biasanya membawa mobil pick up.
Bisa dibayangkan jumlah yang harus dibawa makanannya, dan untuk memasak tak
jauh beda seperti akan punya hajat pernikahan lagi.
Tidak semua daerah di Tuban masih memegang adat- istiadat serta
tradisi pernikahan seperti diatas. Biasanya yang masih menjalankan tradiisi nggemblok serta kirem adalah yang tinggal di desa dan pasangan pernikahan tersebut
berasal dari daerah yang berdekatan. Yang sudah tidak menjalankan biasanya yang
pengantinnya berbeda daerah atau ketidak-adaan dana yang di miliki oleh
keluarga untuk tradisi kirem tersebut. Biasanya sebelum melaksanakan pernikahan
mereka akan menyepakati nantinya ada tidak nya tradisi ini.
Begitulah, lain lubuk lain ikannya lain daerah lain
tradisinya. Tradisi ada karena ada suatu alasan yang terkandung di
dalamnya.Seperti tradisi kirem ini adalah bertujuan menyambung silaturrahim tak
hanya pada keluarga inti sang mempelai namun juga keluarga besarnya. Namun
biaya yang besar dan juga tenaga tak semua bisa melakukannya. Kembali lagi pada
diri masing- masing untuk melaksanakan tradisi tersebut atau tidak.
Di daerah saya pada umumnya juga masih memegang teguh tradisi adat semacam ini bu anis. Ah jadi pengen merasakan prosesi pernikahan. ahahhaha Mantap.
BalasHapusNdang Ayo om Jun, KUA masih buka kok. Hehe
HapusTuhan mentaqdirkan kita sebagai orang jawa sudah seharusnya kita...melestarikan budaya dan tradisi kita....
BalasHapusTapi jangan sampai tradisi memberatkan untuk melaksanakan ibadah yaitu menikah
HapusMasyarakat Jawa Timuran emang terkenal gede-gedean kalo mempersiapkan pernikahan ya Mba? Kalo di tempat saya termasuk sederhana..hehe..
BalasHapusBenar banget mbak Arin, sampai bisa bangkrut akibat pesta pernikahan
HapusDi sana budayanya kental dengan budaya Islam ya..
BalasHapusMasih percampuran sih..
Hapuswah kalau uda bicara adat,rada ribet ya mbk hahahah
BalasHapusBisa dibilang begitu, apalagi adatnya butuh biaya banyak
HapusWooow, baru tau kalo di Jawa Timur ada tradisi yang cukup panjang begitu plus lumayan juga dananya. Kirain lamaran sama akad + resepsi dah gitu aja. Ternyata panjang juga ya
BalasHapusKalo diikuti bisa habis berapa gitu, mb?
Menarik nih, tp dulu sy nikahnya biasa gak pake adat2 hehehe
BalasHapusMonggo lho...nanti adat resepsinya bisa saya bantu....hehe
BalasHapus