Setiap membaca buku ustadz Yusuf mansur atau buku-buku Ippho
santoso muncul keinginan besar untuk bisa berbagi dengan orang yang tepat,
seperti kisah yang luar biasa yang mereka sampaikan. Seperti tak realitis,
bahkan jauh dari jangkauan akal sehat bagaimana hal itu bisa terjadi. Begitulah
matematika Allah tak bisa di hitung dengan nalar. Dan, aku pun sering
membuktikan dengan beban yang banyak dan gaji
Alhamdulillah, cukup. Saya mengatakan alhamdulillah karena saya merasa
cukup. Cukup membayar kost, makan, bensin, bayar kuliah dan tentunya memberi
sedikit emak. Dan sesekali rihlah sekitar.
Upss, jangan di kira banyak menurut hitungan matematika.
Sekali lagi tergantung hatinya. Pernah adek angkatan sms saya, pengen kerja di
tempat saya. Dan kemudian dia tanya gajinya berapa mbak. Saya sebutkan sebuah
nominal, eh dia malah kabur. Maklum biasa kerja di pabrik, beda dengan kerja di
tempat saya. Dari situ, besar kecil apa yang kita terima tergantung dari kita sikapi. Bukankah Allah telah Berfirman dalam surat cintanya “
Barang siapa yang bersyukur maka Allah akan melebihkan nikmatnya, yang ingkar
maka murka Allah sangat pedih".
Suatu hari aku sangat terkesan dengan temanku. Ketika kita
pergi bareng, tiba-tiba dia memberhentikan motor. Dia hanya bilang permisi
sebentar. Aku hanya bisa mengamati apa yang ia lakukan. Dia pun menghampiri pak
tua pemungut sampah yang kebetulan baru kami dahului. Dan dia memberi uang lima
puluh ribuan, tak tahu persisnya berapa. Tiba- tiba air mata ku menetes. Ingin
rasanya suatu kali aku bisa berbagi dengan orang membutuhkan, dan tetap
berusaha. Ini berbeda sekali ketika ada pengemis mendatangi kami, secara halus
dia menolak. Ah, karena penasaran aku mempertanyakan, dan orang yang
berusahalah alasannya. Yups, menghargai orang yang usaha.
Bagaimanpun itu hak dia. Pernah juga aku mengalami dilema.
Memberi atau membiarkan para peminta. Dan ustadzahku kala itu menasehatiku
untuk tetap memberi mereka. Bagaimanapun mengemis apakah mereka benar-benar membutuhkan atau hanya di jadikan sebagai profesi mereka. Toh kalau kita memberi dengan niat yang benar, balasan Allah tak akan salah. Tapi, saran saya bagi anda pembaca yang ingin beramal, alangkah baiknya kita memcari orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan. Karena harta yang Allah berikan, tak seluruhnya milik kita. Sekali lagi ada bagian untuk yang berhak. Orang-orang yang menjadi ladang kita untuk berbuat kebaikan.
kisah ini pasti ada di sekitar kita. Dulu pernah ketika saya berkumpul dengan teman-teman, datanglah seorang perwakilan dari sebuah yayasan X menyampaikan beberapa amplop kosong sebagai tanda permohonan bantuan untuk yayasannya. Sebagian besar dari kami merasa was-was karena selain tidak mengetahui fiktif/tidaknya keberadaan yayasan tersebut, terlintas pikiran kegamangan apakah orang ini benar-benar perwakilan yayasan tersebut, dst. Setelah amplop2 tsb diserahkan kembali dan perwakilan tersebut menjauh, kami membahasnya. Lebih tepatnya, seorang kawan menyampaikan sebuah pendapat sebelum salah satu dari kelompok kami berbicara. "Kalo mau ngasih diniatkan aja ngasih karena memang mau bantu. Entah itu uangnya bener buat yayasan atau bahkan mungkin untuk dirinya sendiri karena hanya Allah yang tahu." seketika itu saya tertohok :D
BalasHapusoiya tampilan blog nya baru ya? hehe biasanya ngamati dari HP jadi belum pernah tahu templatnya.
kisah sederhana yang ada di sekitar kita namun penuh hikmah
BalasHapusmbak alfath, iya templatenya ganti biar tambah semangat bloggingnya,hehehe.
BalasHapus