Catatan Kecil Seorang Guru (Part 1)

Catatan Kecil Seorang Guru (Part 1)

Jika kembali ke cita-cita masa kecil dulu, mau jadi apa saya nantinya, banyak yang ku sebutkan. Berganti- ganti sesuai dengan kondisi di mana saya berada. Waktu kelas empat aku pengen menjadi penjahit, karena mereka begitu berjasa ketika hari raya. Bisa buatkan baju untuk berlebaran. Rasanya mereka hebat sekali bagiku kala itu. Dan aku pun bilang pada emak, kalau ingin jadi penjahit. Emak pun hanya tersenyum mendengar keinginanku saat itu. Karena pikir emak pasti besok juga akan berubah. Dan betul, beberapa bulan kemudian aku ingin jadi perawat.
Kondisi lagi yang memaksaku  untuk memilih cita-cita itu. Bapak sakit sehingga opname di rumah sakit. Kala itu betapa bahagianya pasien serta keluarganya jika mendapat pelayanan yang baik dari perawat ketika mereka sedang kena musibah. Dan tak jarang kan ada perawat yang malah jutek sama pasien, itulah salah satu motivasiku kala itu, memberi pelayanan yang lebih baik. Itu juga tak lama, karena sesungguhnya aku takut melihat bahkan mendengar ketika ada orang meninggal dunia.
Berubah lagi...Dan yang paling aneh dari perjalanan cita- citaku adalah aku ingin menjadi pengamat politik. Itu terjadi ketika indonesianya lagi rame-ramenya Reformasi. Bapak yang tiap pagi dan petang melihat berita dengan aku ikut di dekatnya. Ada kesan yang sangat istimewa jika seperti pengamat politik. Tiap hari masuk televisi, di wawancarai. Menjadi salah satu orang penting di negeri ini. Pasti orang tuaku menjadi bangga bisa melihat anaknya menjadi selebriti berita.
Itu sedikit dari perjalanan cita-citaku. Sebenarnya masih banyak profesi demi profesi berganti-ganti. Kalau ditanya profesi apa yang paling tidak saya inginkan?, dengan PD saya menjawab guru TK. Banyak alasan yang aku kemukakan. Diantaranya guru TK itu bawel, dan genit. Bertingkah laku seperti anak-anak kecil padahal mereka dewasa. Pandangan anak SMP-SMA yang menilai sesuatu secara subyektif. Dan alasan finansial pun menjadi salah satunya.
Ketika lulus SMA, saya ditawari untuk menjadi pendamping anak-anak bermain (tidak mau mengambil istilah guru TK). Mengurus anak dengan berbagai usia. Ya Allah ini seperti karma bagiku, yang sejak kecil benci anak kecil. Maklum saya di besarkan sebagai anak terakhir dari ketujuh saudara. Itu menyebabkan untuk merawat adik tidak terlintas di benak ku sampai pekerjaan itu. Itu artinya saya harus bergelut dengan monster-monster kecil tiap hari. Dengan keanehan sifat mereka. Tapi aku butuh pengalaman, dan juga uang untuk bisa kuliah akhirnya aku terima pekerjaan itu.
Ternyata Allah memberi apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan aku jadi belajar banyak makna kehidupan di sini. Anak –anak punya arti ketulusan yang besar. Aku jadi banyak belajar. Dan dari sanalah benar-benar madrasah kehidupan.
Terima kasih Allah, engkau memilihkan jalan ini untuk ku bukan yang lain. Dan rasanya aku tak ingin meninggalkan dunia yang begitu memberi makna kehidupan, Setidaknya juga sebagai ladang dakwah dan amal jariyah bagi ku. Sebagai seorang ustadzah guru TK itu sungguh mulia, jika kita dapat mengajar anak kita Al-fatikah saja dan dipakai sepanjang hidup mereka pastinya saya akan mempunyai infestasi yang besar untuk kehidupan nanti. Sekarang murid-murid ku adalah tabungan akhiratku. Akan ku bimbing kalian dengan sepenuh hati karena sesungguhnya dari kalian aku belajar tentang kehidupan.

Jejak Ku Motivasi

6 Komentar untuk "Catatan Kecil Seorang Guru (Part 1)"

  1. yapz....apapun profesinya yang penting endingnya menjadi istri yang sholihah dan ibu dari anak2 nya kelak.......hemmmm......

    BalasHapus
  2. it's my final destination.:)
    terima kasih untuk kunjungannya...

    BalasHapus
  3. Menarik sekali cerita pengalaman dan cita2 kehidupannya, Aku sangat suka membaca setiap tulisan kamu.Thanks ya sharingnya.

    BalasHapus
  4. Pariwisataboy >>> hanya pengalaman pribadi yang semoga bisa menginspirasi orang lain. trima kasih kunjungannya, saya juga tertarik dengan blog anda, mupeng pengen bisa jalan-jalan. :)

    BalasHapus
  5. wah banyak saudaranya ya? pasti selalu ramai dan ceria. Pasti Anis ini sangat sabar sekali ya karena sudah terbukti mampu "mendampingi" adik-adik tersebut :)

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah mbak alfath, tujuh bersaudara. Emaknya bukan taat pada Undang-undang KB, hehehe..untuk bisa sabar masih selalu harus belajar.

    BalasHapus
Kebijakan Berkomentar di Blog Aniskhoir.com
  • Komentar harus sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel