Aku mengerti kegalauan hati itu hadir. Tentang penentu hidup kita selanjutnya, bukan hanya sementara di dunia tapi juga di akhirat, setidaknya aku ingin bidadari cemburu padaku (Seperti buku karya Salim A. Fillah) .
Bagi seorang akhwat, berdampingan dengan ikhwan menjadi idaman.Sefikroh dalam hal dakwah, sehingga tidak menghalangi gerak dakwah mereka di kemudian hari.Tentunya mempunyai satu visi membentuk keluarga islami.
Jika wanita normal ditanya
“Inginkah engkau menikah”?, sama dengan yang lain aku dengan semangat empat lima dan dengan tulus akan menjawab “ya”
Kala Sobekan
fajar
masih
malu-malu
diufuk
timur.Sepoi
angin
sengaja
aku
isikan
penuhi
rongga
kamarku.Aku
ingin
merasakan
semangat
baru
dalam
hariku.FRESH.Seperti
pagi
ini.Yang
tak
terbayangi
gelap
malam
atau
takut
teriknya
siang.
Ritual pagi
mulai
berjalan.Seperti
biasa,
menyobek
kalender
tanggal
kemarin
dan
memperhatikan
tanggal
sekarang
,Memang
bukan
sesuatu
yang
istimewa.Tapi
bagi
wanita
di
ujung
senja
sepertiku
memang
beda.
“Udah berapa anakmu sekarang”Tanya setiap temanku ketika bertemu
“Ya
di
do’akan
saja
?”Sambil
nyinyir
aku
jawab
“Udah,
cepet
nyusul
nikah,
atau
jangan-jangan
udah
PNS
gak
perlu
nikah
lagi?”Canda
temanku
yang
masih
jelas
diingatanku
Dulu aku
tak
memperdulikan
masalah
pendamping
dalam
hidup,percaya
semuanya
seperti
air
mengalir.Tapi
sekarang
berbeda,
dari
diri
pribadi
atau
dari
kaca
mata
emak
semua
berbalik
seratus
delapan
puluh
derajat.Karena
mendekati
angka
tiga
puluh
bagi
perempuan
desa adalah daerah
rawan.Sudah
bermacam
gelar
yang
disandang.Aku
menyadari
sepenuhnya.Tapi
apa
aku
harus
menyalahkan
Tuhan
yang
tak
kunjung
mempertemukan
aku
dengan
punggawa
hidupku?.
“Teman
seusiamu
anaknya
sudah
SMP”gugat
emak
suatu
ketika
“Memang
belum
ketemu
saja
mak”
“Karena
pilihanmu yang aneh-aneh”Berhenti
sejenak”Coba kamu dulu
mau nrimo gak kuliah,pasti di
ndeso laki-laki gak takut
nikahi kamu”
Sabar dan
sabar
yang
harus
aku
gaungkan
untuk
kuatkan
diri.Tak
kan
ku
salahkan
emak
seperti
itu,karena
memang
itulah
sebuah
image
yang
terbangun
didesa
pelosok
seperti
desaku.Aku
tahu
ada
kekawatiran
yang
besar
diwajahnya.Dengan
kaca
mata
penduduk
desa
yang
masih
menganggap
aneh
prinsipku.
“Pake
kerudungnya
saja
kok
besar-besar,kayak
istri
tersangka
teroris
di
Tv”
“Kaos
kakian
segala,gimana
mau
becek-becek??”.Omongan
miring
memang
sudah
biasa
aku
dengar,
tapi
kadang
aku
kasihan
dengan
emak,di
usianya
yang
lanjut
harus
menaggung
semua
itu.
“Mengapa
harus
seperti
itu?”
Dengan tekat
bulat
aku
jawab”Karena
aku
ingin
kaffah
masuk
islam.Apakah
karena
jodoh
yang
tak
kunjung
datang,
sehingga
aku
harus
melepas
semua,setelah
aku
menemukan
oase
ditengah
sahara
hedonisme.Atau
berkata
di
pinang
“murah”
dengan
meninggalkan
semua.Tidak!
“Enak
sekali,bisa
berpenghasilan
sendiri,punya
mobil
dan
pastinya
bisa
berzigzag
ria.Dan
juga
plus
punya
apartement pribadi”
“Sebaiknya
mbak
nikah
dulu,
?”saran
adiku
dulu
“Perkara
kawin
tu
gampang,kalau
dah
mapan
siapa
sih
yang
gak
mau?
Saran yang
dulu
aku
sepelekan
sekarang
jadi
impian.Aku
tahu
sekarang
adikku
sudah
punya
dua
mujahid
kecil
disampingnya.Sebenarnya
aku
tak
rela
di
panggil
buDhe
degan
statusku
yang
masih
lajang.
“Kamu
tolol,mengapa
cita-ciatamu
jadi
akuntan
harus
berakhir
karena
menikah?”
cibirku
kala
itu
“Aku
lebih
menikmati
duniaku
sekarang,mungkin
inilah
yang
sesungguhnya
mengapa Tuhan
ciptakan
wanita”
Dulu aku
tidak
terlalu
peduli
dengan
pernikahan.Kegiatan
yang
seabrek
di
dunia
kerja
memang
telah
menyita
waktu
dan
tenaga
sehingga
untuk
membayangkan
menikah
saja
aku
tak
sempat.Apalagi
untuk
berpikir
kesana.Dalam
hatiku,
itu
masalah
nanti.Mungkin
belum
saatnya
aku
kearah
sana.Masih
banyak
yang
aku
kerjakan
dan
aku
tak
mau
terganggu
dengan
urusan
yang
rumah
tangga
yang
akan
memecah
konsentrasi.
Jodoh akan
datang
dengan
sendirinya.Apalagi
posisiku
yang
lumayan
di
Departemen
Keuangan
yang
membuatku
berpikir
siapa
sih
yang
tak
mau
mendapatkan
istri
yang
mapan.Meskipun
tak
menikah
pun
aku
sanggup
membiayai
hidupku
dengan
kecukupan
Dan, setiap
proposal
itu
datang,
aku
selalu
berpikir
umurku
masih
muda.Aku
bisa
mencari
yang
lebih
baik
darinya
dan
bukan
tipeku
itu
yang
selalu
jadi
alasan
untuk
menolaknya,Aku
ingin
orang
yang
lebih
baikBukankah
masih
banyak
kesempatan,
dengan
melihat
banyak
wanita-wanita
di
usianya
yang
telah
matang
belum
juga
membina
rumah
tangga.Idealis
dan
terlalu
percaya
diri,
pikirku
sekarang.
Semua
berbeda.Pandangan
dan
orentasiku
terhadap
hidup
berbeda
.Ya,
saat
aku
mengenal
islam
yang
sesungguhnya.Semua
merubah
jalan
hidupku
selama
ini.Ternyata
hidup
tak
hanya
tentang
bagaimana
hidup
harus
berjalan
,tapi
juga
melestarikannya.Kegersangan
yang
selama
ini
aku
alami
telah
terjawab
dan
di
usiaku
yang
mulai
senja.
Aku
ingin
sekali
saat
melihat
saudariku
sefikroh
dengan
mujahid-mujahidah
kecil
disampingnya.Itulah
sesungguhnya
jati
diri
seoarang
wanita
tercipta,
bukan
mencari
nafkah
dunia.Ternyata
Islam
begitu
agung,
menempatkan
wanita
begitu
istimewa……
Dalam penantian,
inilah
sesungguhnya
Allah
sedang
mengirim
surat
cinta
pada
hambaNya,
untuk
berlaku
sabar
menanti
jawaban
dari
setiap
do’a
yang
terlantun
di
pertiga
malam
dan
juga
belajar
tawakal
terhadap
ketentuanNya.
Allah
tidak
membebani
seseorang
melainkan
sesuai
dengan
kesanggupannya
(AL-Baqoroh:286)…

hemmm.....sip ibaratnyatu seperti sandal jepit walau tak sama dan sempurna tapi saling melengkapi dan pas di kaki.......hehehe
BalasHapuswah...ibaratnya mengambil dari foto profile ku ya...
BalasHapus