Karena Kita Bukan Sepasang Malaikat

Karena Kita Bukan Sepasang Malaikat


Aku mengerti kegalauan hati itu hadir. Tentang penentu hidup kita selanjutnya, bukan hanya sementara di dunia tapi juga di akhirat, setidaknya aku ingin bidadari cemburu padaku (Seperti buku karya Salim A. Fillah) .

            Bagi seorang akhwat, berdampingan dengan ikhwan menjadi idaman.Sefikroh dalam hal dakwah, sehingga tidak menghalangi gerak dakwah mereka di kemudian hari.Tentunya mempunyai satu visi membentuk keluarga islami.
 Jika wanita normal ditanyaInginkah engkau menikah?, sama dengan yang lain aku dengan semangat empat lima dan dengan tulus akan menjawabya
Apalagi ketika sebuah proposal itu datang pada waktu usia dan keinginan sudah hadir di diriku,aku tahu diriku memang dulu idealis, mengukur semua orang dengan standar diriku, karena aku ingin sukses, ingin hidup lebih baik dengan keluarga yang nanti aku bangun dengan suami ku nanti, salahkah aku menginginkan seperti itu, tapi perlu diingat kita bukan malaikat dengan segala kesempurnaannya, ya kita manusia yang punya kekurangan , ya disitu aku menyadari esensi sebuah pernikahan yang sesungguhnya, saling melengkapi dan menerima pasangan kita dengan tulus, dan tanpa pamrih.Dan bersama-sama membangun bahtera yang kan berlayar dalam biduk yang bernama rumah tangga.
 Kala Sobekan fajar masih malu-malu diufuk timur.Sepoi angin sengaja aku isikan penuhi rongga kamarku.Aku ingin merasakan semangat baru dalam hariku.FRESH.Seperti pagi ini.Yang tak terbayangi gelap malam atau takut teriknya siang.
Ritual pagi mulai berjalan.Seperti biasa, menyobek kalender tanggal kemarin dan memperhatikan tanggal sekarang ,Memang bukan sesuatu yang istimewa.Tapi bagi wanita di ujung senja sepertiku memang beda.
Udah berapa anakmu sekarangTanya setiap temanku ketika bertemu
Ya di doakan saja ?Sambil nyinyir aku jawab
Udah, cepet nyusul nikah, atau jangan-jangan udah PNS gak perlu nikah lagi?Canda temanku yang masih jelas diingatanku
Dulu aku tak memperdulikan masalah pendamping dalam hidup,percaya semuanya seperti air mengalir.Tapi sekarang berbeda, dari diri pribadi atau dari kaca mata emak semua berbalik seratus delapan puluh derajat.Karena mendekati angka tiga puluh bagi perempuan desa  adalah daerah rawan.Sudah bermacam gelar yang disandang.Aku menyadari sepenuhnya.Tapi apa aku harus menyalahkan Tuhan yang tak kunjung mempertemukan aku dengan punggawa hidupku?.
Teman seusiamu anaknya sudah SMPgugat emak suatu ketika
Memang belum ketemu saja mak
Karena pilihanmu yang aneh-anehBerhenti sejenakCoba kamu dulu mau nrimo gak  kuliah,pasti di ndeso laki-laki gak takut nikahi kamu         
Sabar dan sabar yang harus aku gaungkan untuk kuatkan diri.Tak kan ku salahkan emak seperti itu,karena memang itulah sebuah image yang terbangun didesa pelosok seperti desaku.Aku tahu ada kekawatiran yang besar diwajahnya.Dengan kaca mata penduduk desa yang masih menganggap aneh prinsipku.
Pake kerudungnya saja kok besar-besar,kayak istri tersangka teroris di Tv
Kaos kakian segala,gimana mau becek-becek??.Omongan miring memang sudah biasa aku dengar, tapi kadang aku kasihan dengan emak,di usianya yang lanjut harus menaggung semua itu.
Mengapa harus seperti itu?
Dengan tekat bulat aku jawabKarena aku ingin kaffah masuk islam.Apakah karena jodoh yang tak kunjung datang, sehingga aku harus melepas semua,setelah aku menemukan oase ditengah sahara hedonisme.Atau berkata di pinangmurahdengan meninggalkan semua.Tidak!

Enak sekali,bisa berpenghasilan sendiri,punya mobil dan pastinya bisa berzigzag ria.Dan juga plus punya apartement  pribadi
Sebaiknya mbak nikah dulu, ?saran adiku dulu
Perkara kawin tu gampang,kalau dah mapan siapa sih yang gak mau?
  Saran yang dulu aku sepelekan sekarang jadi impian.Aku tahu sekarang adikku sudah punya dua mujahid kecil disampingnya.Sebenarnya aku tak rela di panggil buDhe degan statusku yang masih lajang.
Kamu tolol,mengapa cita-ciatamu jadi akuntan harus berakhir karena menikah?cibirku kala itu
Aku lebih menikmati duniaku sekarang,mungkin inilah yang sesungguhnya mengapa       Tuhan ciptakan wanita
Dulu aku tidak terlalu peduli dengan pernikahan.Kegiatan yang seabrek di dunia kerja memang telah menyita waktu dan tenaga sehingga untuk membayangkan menikah saja aku tak sempat.Apalagi untuk berpikir kesana.Dalam hatiku, itu masalah nanti.Mungkin belum saatnya aku kearah sana.Masih banyak yang aku kerjakan dan aku tak mau terganggu dengan urusan yang rumah tangga yang akan memecah konsentrasi.
Jodoh akan datang dengan sendirinya.Apalagi posisiku yang lumayan di Departemen Keuangan yang membuatku berpikir siapa sih yang tak mau mendapatkan istri yang mapan.Meskipun tak menikah pun aku sanggup membiayai hidupku dengan kecukupan
Dan, setiap proposal itu datang, aku selalu berpikir umurku masih muda.Aku bisa mencari yang lebih baik darinya dan bukan tipeku itu yang selalu jadi alasan untuk menolaknya,Aku ingin orang yang lebih baikBukankah masih banyak kesempatan, dengan melihat banyak wanita-wanita di usianya yang telah matang belum juga membina rumah tangga.Idealis dan terlalu percaya diri, pikirku sekarang.
Semua berbeda.Pandangan dan orentasiku terhadap hidup berbeda .Ya, saat aku mengenal islam yang sesungguhnya.Semua merubah jalan hidupku selama ini.Ternyata hidup tak hanya tentang bagaimana hidup harus berjalan ,tapi juga melestarikannya.Kegersangan yang selama ini aku alami telah terjawab dan di usiaku yang mulai senja.
Aku ingin sekali saat melihat saudariku sefikroh dengan mujahid-mujahidah kecil disampingnya.Itulah sesungguhnya jati diri seoarang wanita tercipta, bukan mencari nafkah dunia.Ternyata Islam begitu agung, menempatkan wanita begitu istimewa……
Dalam penantian, inilah sesungguhnya Allah sedang mengirim surat cinta pada hambaNya, untuk berlaku sabar menanti jawaban dari setiap doa yang terlantun di pertiga malam dan juga belajar tawakal terhadap ketentuanNya.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya
(AL-Baqoroh:286)
Dan, ibroh yang paling berharga bagiku sekarang, “Karena kita bukan seapasang malaikat “ yang sempurna, tapi sepasang manusia yang dicipta untuk saling melengkapi dan mengisi
Ini Cerita Ku

2 Komentar untuk "Karena Kita Bukan Sepasang Malaikat"

  1. hemmm.....sip ibaratnyatu seperti sandal jepit walau tak sama dan sempurna tapi saling melengkapi dan pas di kaki.......hehehe

    BalasHapus
  2. wah...ibaratnya mengambil dari foto profile ku ya...

    BalasHapus
Kebijakan Berkomentar di Blog Aniskhoir.com
  • Komentar harus sesuai dengan judul artikel.
  • Tidak diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau berjualan.
  • Dilarang mencantumkan link aktif di komentar.
  • Komentar dengan link aktif akan otomatis dihapus
  • *Berkomentarlah dengan baik, Kepribadian Anda tercemin saat berkomentar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel