Ditengah
malamlah
aku
dijatuhkan
oleh
Sang
Pencipta. Melalui
proses
yang
mengikkhlaskan
panas
diri
terenggut.
Menjadi setetes bening di pagi hari. Dan kini aku jarang di temui. Bersembunyi
dalam pekatnya polusi bumi.
Kala itu, aku
bisa bahagia bertemu dedaunan. Menyentuhnya dengan kesejukan yang aku bawa. Dan,
daunpun memberiku warnanya yang segar.
Aku
hanya terdiam
dalam
perang
masa. Yang paling ku nanti, panggilan pembuka hari. Bahkan
semua
dengan
khusuk
mendengar
seruan itu .Inilah
yang
kurindukan
ketika
berada
dilangit.
Ya, suara
yang
selalu sama, Parau. Bersama sesekali batuk mengiringi. Telah bertahun
-tahun
berlalu, tetap
saja
suara itu setia menghias
fajar. Sekarang aku berpikir, ketika lelaki tua itu telah disampingNya, akankah ada penggantinya yang mengumandangkan panggilan suci yang begitu indah?,Generasi muda telah asyik dengan dunia. Melenakan keberkahan subuh karena sesuatu yang fana.
Tuhan
dengan
kuasanya
mengijinkan
aku
berkelana.Mengikuti
tiupan
angin
senja
dan menghadiahkan
diri
pada
dunia
yang
mulai
berubah
warna. Kadang,
dalam hayalku, ingin rasanya, aku mendengar kebangkitan generasi muda islam dari tidur panjang. Mengumandangkan adzan pada fajar sebagai langkah awal perbaikan.
Belum ada Komentar untuk "Tanya Sang Embun"
Posting Komentar
Kebijakan Komentar di Blog Aniskhoir.com